Selasa, 25 Agustus 2020

Kita Cerita tentang Bank Sentral Syariah Hari ini dan Nanti...(Part 1)

Cikal Bakal Cerita

Ketika di bulan April 1996 saya menerima panggilan Bank Indonesia (BI) bahwa saya dinyatakan lulus seleksi PCPM 19. Qadarullah pada saat yang bersamaan beberapa pekan setelah pengumuman, dalam sebuah pengajian ada penceramah yang melontarkan bahwa bank itu haram, karena dalam bank terdapat kegiatan riba yang ditandai terdapat pengenaan bunga dalam pemberian kredit. Hal ini tentunya membuat hati ini bergemuruh mendengar statement ini, karena ayah saya pegawai BI dan banyak juga muslimin yang bekerja di perbankan konvensional.

 

Saat itu saya bertanya kepada ustadz yang biasa membimbing saya (murobbi), bagaimana halnya dengan Bank Indonesia selaku bank sentral negara Indonesia. Ustadz itu menjelaskan bahwa Bank Indonesia berbeda dengan bank lainnya karena Bank Indonesia bertindak sebagai regulator. Dilanjutkan oleh beliau, kalau sekiranya tidak ada muslim yang fanatik disana, maka siapa lagi yang akan berkontribusi untuk memberi warna dalam setiap peraturan/ kebijakan institusi tersebut. Seorang muslim yang fanatik bekerja disana dalam rangka on mission untuk menelorkan peraturan-peraturan yang membawa kebaikan umat dan suatu saat nanti ultimate goal-nya menjadikan bank sentral yang syariah insya Allah.

 

Artinya syariah adalah bukan mengubah pegawai bank sentral dan perbankan menjadi penganut Islam. Namun menciptakan bank sentral yang seluruh kegiatannya selamat dan diridhoi Tuhan, dimana seluruh kegiatan bank tersebut tidak melanggar perintah dan larangan agama. Muslim fanatik/ on mission jangan disalah artikan sebagai bentuk makar atau aliran keras, namun diartikan sebagai muslim yang loyal kepada Tuhannya dan sadar akan perannya bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (QS Al-baqarah 30), dan firman Allah Swt bahwa tidak Ku-ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah Swt (QS Adz-dzariyaat 56).

 

Setelah mengikuti program pengembangan pegawai selama satu tahun, saya ditempatkan di Departemen Sistem Informasi. Banyak berkutit dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi, berjibaku dengan coding/ programming dan sekuriti aplikasi, sehingga lupa dengan on mission tersebut. Kenyataannya ruang lingkup kerja di sebuah bank sentral cukup luas dan bervariasi. Selama 11 tahun berkecimpung dalam aplikasi Sistem Pembayaran yaitu Sentralisasi Otomasi Akunting, Kliring dan RTGS, satu setengah tahun melanjutkan Master’s Information System di University of Queensland, dan 11 tahun menjadi auditor internal Sistem Informasi,  sepanjang pengetahuan saya rasa-rasanya belum menemukan suatu pekerjaan yang mempertanyakan apakah institusi ini mempraktekkan riba dalam operasionalnya. Saya tidak tahu apakah karena saya sudah larut dalam sistem institusi yang sudah ada, sehingga kurang peka untuk mendeteksi bisnis proses bank yang tidak syariah.

 

Berkaca pada zaman Rasulullah Saw, meskipun masyarakat pada masa itu tidak melakukan seluruh fungsi perbankan. Namun fungsi-fungsi utama perbankan moderen, yaitu menerima simpanan uang (deposit), menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat jaman itu. Selanjutnya dalam perkembangan berikutnya persoalan mulai timbul, negara-negara Eropa ketika menjalankan praktek perbankan mulai menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fiqih adalah riba, dan hukumnya haram.

 

Riba menurut penjelasan pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil), antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl); atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).

 

Secara UU dan kaidah pemahaman agama, perbankan yang diridhoi Allah Swt atau bank sentral syariah hakekatnya adalah bank yang tidak menggunakan istilah bunga dalam semua praktek muamalahnya baik dengan nasabah, pegawai, maupun dengan sesama bank. Dan ketaatan masyarakat yang beragama tidak hanya terhadap perintah Tuhannya, namun juga terhadap larangan-Nya. Apatah lagi riba digolongkan termasuk dosa besar dalam agama Islam. Diperlukan journey untuk menuju kembali pada peradaban perbankan dan/atau bank sentral syariah dimana tidak ada bunga atau istilah bunga dalam semua muamalah dengan nasabah, pegawai, dan bank.

Tidak ada komentar: